Doa Bapa Kami - Bagian 2 8:27 AM

Kata Pengantar

Buletin ini adalah bagian kedua dari pembahasan mengenai Doa 8apa Kami. Untuk menjadi jelas bagi kita, ulasan Doa Bapa Kami ini diambil dari Injil Lukas 11:2-5. Jadi bagian doksologi (karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya) tidak kami uraikan dalam tulisan mengenai Doa Bapa Kami yang kami buat kali ini.

Dengan secara sadar tulisan ini tidak mengutip secara mutlak ungkapan pemikiran James Mulholland, dalam bukunya Praying Like Jesus, kami menyadari bahwa setiap kali kita mencoba bersama memahami makna Doa Bapa Kami yang Yesus ajarkan kepada murid-murid-Nya kita akan makin diteguhkan dan diperlengkapi untuk memberi makna hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Mari meresapi komitmen dan kedalaman dari isi Doa Bapa Kami melalui hati dan pikiran yang jernih terhadap apa yang telah Yesus ajarkan dalam Doa 8apa Kami.

BERIKANLAH KEPADA KAMI MAKANAN YANG SECUKUPNYA

Dalam bukunya, Praying Like Jesus, James Mulholland menceritakan ketika ia sedang menyaksikan suatu program TV di mana seorang Sudan-Kristen sedang diwawancarai. Orang itu bertanya, "Bagaimana saudara-saudari Kristen kita yang kaya di Amerika dapat mengabaikan fakta bahwa kami di Sudan sedang mati kelaparan?" Tiba-tiba pertanyaan ini memberi pelbagai keinginan di hati James. Pertama-tama ia bersyukur bahwa ia tidak harus menjawab pertanyaan itu. Tetapi kemudian ia berkata pada dirinya, apa yang harus aku katakan kepada orang itu? Bukankah selama ini kita sering meminta kepada Tuhan, "Berilah kepada kami kemewahan sehari-hari pada hari ini? Dan jarang sekali memikirkan penderitaan mereka yang berada pada garis kelaparan yang amat menakutkan? Bukankah bagi orang Sudan itu doa, "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" merupakan doa yang disampaikan sebagai jerit keputusasaan? Sementara itu bagi James yang bobotnya sudah kelebihan 20 pon dari yang seharusnya, bukankah permohonan tersebut merupakan sebuah tekad untuk melakukan tindakan kemurahan hati untuk tidak meminta roti bagi diri sendiri melainkan dorongan untuk memastikan bahwa saudara kita yang di Sudan memiliki makanan yang cukup?

Ungkapan "Berikanlah kepada kami makanan yang secukupnya" menuntun kita untuk memahami secara serius apa yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya. Bahwa mampu makan secukupnya adalah masalah yang serius dan ini merupakan prioritas yang penting dalam membangun Kerajaan Allah, yaitu kebutuhan dasar manusia harus dipenuhi. Dalam Matius 25.31-46 di jelaskan dengan gamblang mengenai prioritas utama dari membangun Kerajaan Allah. Sebab ketika aku lapar, kamu memberi aku makan; ketika aku haus kamu memberi Aku minum....... dst.

Dengan kalimat doa ini, Yesus selain mengajarkan orang untuk memiliki kecukupan kebutuhan dirinya, Ia menekankan tugas murid-murid Kristus/Gereja untuk menoleh kepada mereka yang berkekurangan dan menderita. Yesus menentang ketamakan dan mengajarkan bagaimana berbagi dan peduli dalam kasih.

Lihatlah bagaimana sesungguhnya sejak dalam masa Perjanjian Lama umat Allah diingatkan untuk memerangi ketamakan dan mendapat teguran dari Allah terhadap cara hidup yang penuh dengan pemuasan diri sendiri (bnd. Yehezkie) 34:3-4, 20-22).
Melalui permohonan: "Berikanlah kepada kami makanan kami yang secukupnya", mengajarkan bahwa berkat-Nya merupakan sumber daya kita untuk membangun Kerajaan Allah. Tanggapan terhadap kemakmuran bukanlah menuruti nafsu dengan sepuas-puasnya atau mencari lebih banyak berkat bagi kenikmatan diri sendiri. Di sana Yesus mengajarkan bahwa kemakmuran dan berkat bukanlah tujuan hidup itu sendiri. Tanggapan yang tepat terhadap kemakmuran adalah belas kasih. "Berikanlah kepada kami makanan yang secukupnya", merupakan doa persamaan derajat.

Dalam Kisah Rasul 2:41-47, ketika jemaat mula-mula mengalami pertumbuhan yang pesat, itu terjadi karena mereka memiliki karakter yang penuh belas kasih dan kepedulian satu kepada yang lain. Pesan yang perlu kita ingat adalah "dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing" (Kis. 2:45).

Doa ini merupakan sebuah pengakuan bahwa Allah memberi perhatian yang lebih daripada sekedar kebutuhan saya. Allah peduli pada kebutuhan semua orang. Allah menginginkan agar semua orang memiliki secukupnya melalui tindakan aktif dan penuh inisiatif satu kepada yang lain dalam memaknai berkat Allah dalam hidupnya. Ini bukan berarti bahwa Yesus memihaki kemalasan dan sikap meminta-minta, tetapi merupakan sebuah panggilan untuk adanya keseimbangan dalam hidup ini. Sebuah penyangkalan diri untuk tidak mengklaim berkat sebagai milik kepunyaan diri melainkan sebuah perlengkapan yang Tuhan beri agar kita menjalankan keadilan dan kemurahan hati di dalam hidup terhadap orang lain yang membutuhkannya sehingga terdapat keseimbangan (bnd. dengan II Korintus 8:13).

AMPUNILAH KAMI SEPERTI KAMI MENGAMPUNI ORAN6 YANG BERSALAH KEPADA KAMI

Menjelang akhir Perang Saudara di Amerika, banyak orang yang mendukung dilakukannya hukuman yang cepat dan mengerikan untuk pihak Selatan kepada Abraham Lincoln. Keinginan untuk menghancurkan musuh terasa begitu pekat. Tetapi Lincoln mematahkan kecenderungan dan semangat menghancurkan ini dengan jawabannya, "Apakah saya tidak menghancurkan musuh saya bila saya membuat mereka menjadi sahabat saya?" Lincoln meyakini bahwa Alkitab mengajarkan belas kasih yang memenangkan penghakiman.

"Ampunilah kesalahan kami seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami", adalah ulasan yang sangat indah yang diajarkan Yesus dalam Doa Bapa Kami. Doa ini mengingatkan kita pada apa yang Yesus jelaskan dalam perumpamaan mengenai hamba yang diampuni rajanya karena hutangnya yang amat besar, sementara ia sendiri tidak mau mengampuni kesalahan temannya yang relatif kecil sekali bila dibandingkan dengan hutangnya (Mat. 18:2135)

Pengampunan harus dimulai dengan sebuah permohonan ampun atas kesalahan kita dan pada saat yang sama sebuah dorongan kesediaan untuk mengampuni orang lain. Kenapa demikian? Hal ini karena sebuah pengampunan yang luar biasa cuma bisa kita terima dengan rendah hati dan ungkapan terimakasih. Sebuah pengampunan yang mendorong kita melakukan hal yang serupa terhadap kesalahan orang lain.

Di sini kita juga mendengar apa yang menjadi keinginan Allah terhadap umat-Nya. Ia tidak menginginkan penghukuman, penghakiman dan pengutukan, tetapi yang dikehendaki-Nya adalah pertobatan, pendamaian kembali dan belas kasih. Dalam doa-Nya ini Yesus menjelaskan betapa rahmat memiliki tujuan ganda. Rahmat ditujukan untuk mengembalikan kita dalam hubungan yang sepantasnya dengan Tuhan, tetapi rahmat mengembalikan kita dalam hubungan yang semestinya dengan sesama.

Kita diberi pengampunan sehingga kita kembali dalam rengkuhan Tuhan tanpa rasa takut dan perasaan bersalah, dan pada saat yang sama kita juga belajar mengucapkan syukur atas pemulihan Allah melalui kesediaan berdamai kembali dengan sesama.

"Ampunilah kami akan kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami" adalah panggilan untuk berbelas kasih. Pengampunan bukanlah suatu pilihan. Pengampunan adalah suatu fondasi di dalam hubungan yang sehat dengan Allah dan sesama_ Suatu tindakan yang pembelajarannya berasal dari Allah sendiri dalam Kristus. Sesungguhnya memiliki hati yang berbelas kasih bukanlah keinginan dasar dari manusia. Ada banyak kali khayalan balas dendamlah yang pertama-tama menguasai hati yang terluka, pedih dan marah terhadap perlakuan orang lain terhadap kita. Kebencian dan rasa sakit yang menyengat perasaan kita sering membuat kita tidak bisa tidur dan menginginkan orang yang menyebabkan kita mengalami semua itu mendapatkan pembalasannya yang setimpal; kalau bukan kita sendiri yang mengutuki atau merencanakan pembalasan dendamnya. Walaupun kemudian disadari bahwa balas dendam tidak menghasilkan solusi apapun. Ada banyak contoh dari perjalanan balas dendam yang hanya menghancurkan hidup secara berkesinambungan dan penderitaan. Secara besar-besaran misalnya bisa kita lihat pada apa yang terjadi di Rwanda, Irlandia Utara, dan Bosnia. Kematian dan penderitaan dari generasi ke generasi menjadi saksi atas ketidakberdayaan dari pembalasan dendam.

Dalam doa; "Ampunilah kami seperti....... ", Yesus mengajarkan bahwa hanya dalam belas kasih, pengampunan dan pendamaian kembali di tengah relasi antar manusia di sana terjadi pemulihan yang diinginkan dalam hidup. Dan itulah kehendak Allah bagi kehidupan dan pemulihan hidup. Bila dalam interaksi pribadi dan interaksi yang lebih luas/skala nasional atau internasional, kita lebih memilih penghakiman dan balas dendam daripada pendamaian kembali, maka kita menyelewengkan kehendak Allah dan menghambat pembangunan Kerajaan Allah di muka bumi ini.

Kemampuan untuk berbelas kasih sangat berkaitan langsung dengan kesadaran akan belas kasih Allah yang kita alami. Hanya ketika kita mengakui kebaikan dan rahmat Allah maka kita bisa mengupayakan pendamaian daripada balas dendam. Sebab tanpa itu yang sering terjadi adalah kita sering terganggu dan bingung apabila segala sesuatu terjadi tidak seperti yang kita harapkan, tidak sesuai dengan aturan dan kehendak yang saya tetapkan.

"Ampunilah kami....." mengajarkan kepada kita sikap rendah hati dan jujur. Bahwa saya sama dengan musuh yang terburuk sekalipun sama-sama membutuhkan pengampunan. Dengan permohanan ini kita juga disadarkan betapa sikap membenarkan diri adalah dosa yang amat menggoda, sebab ketika saya menyukai kebaikan saya maka dosa-dosa orang lain tampak lebih jahat. Ketika saya melupakan kebutuhan saya untuk diampuni maka dosa orang lain menjadi lebih sulit untuk diampuni.

Seberapa sukarnya mengampuni? Pengampunan selalu merupakan hal yang amat sukar dilakukan. Apalagi kalau orang yang kepadanya kita tawarkan sikap berdamai dan mengampuni secara sukarela dan mereka membalasnya dengan sikap yang sama sekali di luar dugaan kita. Bukannya berterimakasih malah mereka memberikan reaksi yang menyerang atau melecehkan kita. Apakah kalau begitu pengampunan tidak berlaku bagi orang seperti itu?

"Ampunilah kesalahan kami seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami", adalah kalimat yang penuh dengan kebijaksanaan. Kita sendiri tidak sempurra karenanya kita selalu membutuhkan pengampunan dari Tuhan dan sesama. Pada saat yang sama orang lain pun bersalah kepada kita sehingga mereka membutuhkan pengampunan dari Tuhan dan kita.

LEPASKANLAH KAMI DARI YANG JAHAT

"Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat", merupakan pengakuan atas kecenderungan kita untuk masuk ke dalam dosa dengan segala dampak yang ada padanya. Dengan sangat kuat James M. menekankan bahwa salah satu bentuk pencobaan yang amat kuat menggoda manusia adalah uang/kekayaan. Bukan uang/kekayaan itu sendiri yang membawa manusia ke dalam pencobaan tetapi sikap cinta akan uang yang membuat kita jatuh dalam pelbagai pencobaan dan menjadi jahat. Hal yang lain adalah kekuasaan. Haus kekuasaan akan membuat manusia kehilangan citra manusiawinya terhadap sesamanya dan terutama Tuhan Penciptanya. Hasrat dan ketergantungan kita akan uang menjadikan manusia kehilangan nalar manusiawinya. Penggodaan yang datang dalam kehidupan kita pada dasarnya adalah sebuah dorongan pemuasan hasrat diri. Apakah itu kekayaan, kekuasaan, hawa nafsu, keserakahan dan pemuasan diri. Dalam permohonan ini maka kita diajak untuk perlahan walaupun menyakitkan kita belajar menyatukan kehendak kita dengan kehendak Allah dan mengubah kita menjadi makhluk penuh rahmat sebagaimana yang dikehendaki-Nya.

Dengan mengakui kelemahan dan ketidakberdayaan kita melawan pencobaan yang datang ke dalam hidup kita, maka di sana kita memohon agar kita diberi kekuatan untuk memusatkan perhatian kita pada prioritas-prioritas Allah.

Kisah Pencobaan Yesus di padang gurun merupakan gambaran yang sangat gamblang mengenai betapa kuatnya dorongan untuk menyembah kekuasaan dan kekayaan yang disodorkan kepada manusia. Membuat batu menjadi roti, adalah sebuah godaan yang memukul telak pada saat orang amat lapar sesudah berpuasa 40 hari 40 malam. Menggunakan kekuasaan, karunia dan segala kepunyaan untuk tu juan pribadi, merugikan godaan pertama yang disodorkan kepada Yesus. Lalu Yesus digoda dengan cobaan yang kedua, yaitu godaan untuk menggunakan kekuasaan, karunia dan segala kepunyaanNya untuk memajukan diri-Nya sendiri. Yesus dicobai untuk memanfaatkan hubungan-Nya dengan Allah agar mendapatkan hak istimewa bagi dirinya sendiri.

Cobaan yang terakhir adalah, sebuah keinginan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di dunia dan memilikinya dalam genggaman sendiri merupakan godaan yang amat berat untuk dilawan. Ada pemuasan ego dan segala hasrat bertumpuk di sana dengan cara yang tampaknya mudah yaitu menggadaikan nilai dan harkat dirinya sebagai makhluk ciptaan kekasih Allah yang diciptakan untuk berada dalam rencana Allah. "Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan" adalah suatu jeritan untuk mendapatkan kekuatan untuk melawan godaan-godaan yang membuat kita menyimpang dari ketaatan kepada rencana Allah dan menyembah Dia sebagai Tuhan yang kita taati dalam hidup kita.

"Lepaskanlah kami dari yang jahat", merupakan sebuah komitmen untuk terus berada dalam tuntunan kehendak Allah dan memenangkan pelbagai godaan yang menyerang hidup kita. Sebuah permohonan yang keluar dari kerendahan hati yang mengingatkan kita akan kelemahan kita sendiri dari pelbagai dorongan hawa nafsu dan angkara murka yang sewaktu-waktu dapat mengalahkan ketaatan iman kita pada perjalanan mengikuti karya-karya Allah bagi manusia. Permohonnn ini juga akan membimbing kita kepada sebuah hubungan yang aktif dengan Kristus yang sanggup mengalahkan godaan.
Permohonan ini adalah sebuah penyadaran betapa ingatan dan ketaatan akan kebenaran kehendak Allah sajalah yang akan membuat kita tetap berada pada jalur hidup yang seharusnya. Sebab di luar jalur itu kita akan berada dalam belenggu si jahat. Mamon yang akan membuat kita menukarkan imam dan kebenaran Allah dengan hawa nafsu dan kebodohan manusiawi kita.

0 comments: